gambar

gambar

Selasa, 04 Oktober 2011

SUNDARI KANDA

Oleh           : Bagus Gede Ariesta Dharma Hendra
No/ kelas   : 05 (lima)/ X2

S
etelah terbang beberapa saat, Hanoman lalu turun di puncak gunung Swela. Dari sana ia melihat ibu kota Alengka yang terletak di atas perbukitan Trikuta. Ia memutuskan untuk memasuki kota pada malam hari. Setelah malam tiba ia mengubah wujudnya menjadi seekor kera yang kecil. Dari gunung Swela ia terbang dari pohon ke pohon sampai di gerbang kota. Dari gerbang kota ia terbang dari atap rumah ke atap rumah berikutnya. Ia mengagumi keindahan (sundari ) kota tersebut di waktu malam. Ia juga mengagumi para prajurit Alengkayang membawa berbagai jenis senjata. Ia juga melihat para penduduk kota yang sedang bersenang-senang. Ada yang sedang mabuk-mabukan, ada yang sedang main judi, dan ada pula yang sedang berkasih-kasihan. Kemudian ia sampai pada sebuah pembaringan yang sangat indah. Di sana ia melihat Rahwana sedang tidur berduaan dengan permaisurinya, Dewi Mandodari. Semula hanoman mengira bahwa wanita itu adalah Sita. Tetapi setelah ia pikir-pikir, ia menyadari bahwa dirinya salah duga. Maka iapun meneruskan langkah untuk mencari Sita. Setelah berkeliling kesana-kemari, akhirnya ia melihat sebuah taman yang banyak pohon bunga asokanya. Taman itulah yang dituju, karena ia menduga, ada kemungkinan besar Dewi Sita ditawan di sana. Setibanya di batas taman, ia lalu memanjat pohon sunsupa yang berdaun rindang.
          Waktu terus berlalu dan sudah hampir subuh. Dari dalam ruangan yang ada di taman tersebut terdengar suara orang menangis.
          Hanomanpun berpikir,  ” Ah, itu pasti Dewi Sita ”
          Maka iapun dengan sabar menunggu sang dewi hingga keluar ruangan. Ketika hari sudah terang, ia melihat Rahwana datang ke taman itu. Diapun merayu Dewi Sita dengan segala macam janji yang muluk-muluk. Dewi Sita dengan tegas menolaknya. Maka Rahwanapun menjadi marah, lalu mengancamnya, ” Aku beri waktu kamu dua bulan. Apabila setelah dua bulan engkau tetap menolak, aku akan memerintahkan tukang masak istana untuk memotong-motong dagingmu menjadi sarapanku.”
          Setelah itu ia memerintahkan dayang-dayang untuk terus membujuk atau mengancam dan menakut-nakuti Sita. Setelah itu iapun meninggalkan taman.
          Setelah Rahwana pergi, para dayang-dayangpun berusaha membujuk, mengancam, dan menakut-nakuti Sita, sesuai dengan perintah tuannya. Dewi Sita sama sekali tidak bergeming. Ia tetap diam dalam tangis kesedihannya.Ada seorang dayang yang berbudi luhur, bernama Trijata. Ia adalah keponakan Rahwana, putri dari Wibisana. Dialah yang selalu menghibur dan membesarkan hati sang Dewi. Trijata lalu mengajak sang Dewi ke Prasada ( candi pemujaan ) untuk memohon kepada Dewata agar dapat bertemu kembali dengan Rama.
          Dalam perjalanan menuju prasada, Trijata dan Sita lewat di bawah pohon sunsupa tempat Hanoman bersembunyi. Hanoman berpikir, bahwa inilah waktu yang tepat untuk menghadap. Maka iapun kembali ke dalam wujud semula, lalu meloncat turun tepat di hadapan Dewi Sita, langsung menghaturkan sembah dan memperkenalkan diri.
          ” Hamba adalah utusan paduka Rama untuk mengatahui keadaan tuan putri.”
          Dewi Sita mencurigai Hanoman. Ia menduga, ini pasti siasat licik dari Rahwana untuk memperdayai dirinya. Iapun bertanya, “ Apa buktinya kamu utusan kakanda Rama? “
          Hanomanpun lalu memperlihatkan cincin sang Rama. Lalu menceritakan secara singkat, bagaimana pertemuannya dengan sang Rama, dan bagaimana pesan sang Rama terhadapnya, terutama berkenaan dengan cincin tersebut.
          Sitapun mempercayai cerita Hanoman, lalu menerima cincin tersebut dan segera memakainya.
          “ Saksikanlah olehmu Hanoman, cincin ini pas masuk ke jari manisku, bukan? ” kata Sita.
          Hanoman lalu menjawab, “Ya, hamba sudah menyaksikannya. Sekarang silahkan tuan putri menyampaikan pesan “.
          Dewi Sitapun menyampaikan pesan, “ Ini cuda manikku berikan kepada sang Rama. Katakan pada beliau, aku ditawan di Taman Asoka. Dalam waktu dua bulan sejak sekarang, ia harus datang membebaskan aku. Kalau tidak, aku pasti jadi santapannya Rahwana”.
          Setelah menerima cuda manikdan pesan dari Dewi Sita, Hanoman lalu pamit.
          Sebelum meninggalkan Taman Asoka, Hanoman berpikir, “ setelah mengetahui keadaan Dewi Sita, dan telah membawa pesan dari beliau, sebetulnya tugasku telah selesai. Tetapi aku ingin membuat jasa yang lebih besar lagi. Aku ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi tentang Rahwana dan kekuatannya. Untuk itu, aku akan memulainya dari taman ini “.
          Setelah berpikir demikian maka ia mulai mengobrak-abrik Taman Asoka. Seperti yang diduganya, raksasa para penjaga taman mulai berdatangan. Terjadilah pertempuran antara para raksasa dengan Hanoman. Pasukan penjaga taman tersebut dengan mudah dikalahkan oleh Hanoman. Salah seorang dari mereka segera melarikan diri melapor kepada Rahwana. Rahwana lalu mengutus putranya Aksa untuk mengatasi. Aksa beserta pasukannya juga dikalahkan dengan mudah oleh Hanoman. Rahwana lalu mengutus putranya Indrajit.
          Pertempuran antara Hanoman dengan Indrajit berlangsung dengan hebat. Indrajit melepaskan panah Niraca.Hanoman sengaja membiarkan pahanya tertancap oleh panah niraca tersebut, agar ada bukti bahwa ia telah melakukan pertempuran.
          Indrajit menjadi heran, karena yang sudah-sudah, orang yang terkena panah niraca pasti hancur tanpa sisa. Lalu dipanahnya Hanoman dengan panah Nagapasa. Hanomanpun membiarkan dirinya dililit oleh Nagapasa agar dapat bertemu langsung dengan Rahwana.
          Setelah Hanoman dibelit oleh Nagapasa, para raksasa anak buah Indrajit segera mengikat tangan dan kaki Hanoman dengan tali. Setelah terikat dengan tali, maka belitan Nagapasapun dilepaskan oleh Indrajit. Dengan tangan dan kaki terikat, Hanoman digiring ke hadapan Rahwana di balai persidangan.
           Di balai sidang, Hanoman tidak mau duduk. Maka Rahwana memerintahkan Indrajit supaya memaksa Hanoman duduk. Indrajit berusaha menekan bahu Hanoman, agar ia mau duduk. Tetapi Hanoman sama sekali tidak bergeming. Diam-diam ia memanjangkan ekornya, lalu dilingkarkannya di lantai, lalu dijadikannya tempat duduk, sehingga sama tingginya dengan Rahwana. Rahwana memandang Hanoman dengan sinar matayang memancarkan kemarahan, lalu berkata, “ Hai monyet jelek apa tujuanmu kemari? Dan apa yang kau dapat dengan merusak Taman Asoka?”.
          Hanoman menjawab, “ Namaku Hanoman. Aku datang kemari diutus oleh rajaku Sugriwa atas perintah sri Rama, untuk menyelidiki, di mana Dewi Sita disembunyikan serta untuk mengetahui keadaannya. Aku merusak tamanmu, karena aku ingin dapat berhadapan langsung denganmu. Sekarang aku memperingatkan kamu. Kembalikanlah Dewi Sita kepada paduka Rama. Sebab, kalau tidak, kamu dan seluruh negaramu akan dihancurkan. Ketahuilah bahwa di ketiga dunia ini tidak seorangpun akan lepas dari penderitaan apabila berani mengganggu paduka Rama”.
          Mendengar kata-kata itu, kemarahan Rahwana menjadi memuncak, hingga secara spontan ia menyuruh agar kera itu segera dibunuh. Wibisana, adik Rahwana merasa bahwa sikap kakaknya itu tidak bijaksana. Dengan lembut ia mengingatkan kakaknya, bahwa seorang utusan tidak boleh dibunuh.
          Mendengar peringatan dari adiknya, Rahwana menjadi sadar, lalu katanya, “ Wibisana, kau benar. Tidak dibenarkan membunuh utusan. Aku akan memberi hukuman lain kepadanya, yaitu membakar ekornya “.
          Maka iapun memerintahkan untuk membungkus ekor Hanoman dengan ijuk, lalu mebakarnya. Perintahnya segera dilaksanakan.Begitu ekornya disulut,Hanoman menjadi sangat marah. Ia lalu mengerahkan tenaga, sehingga semua ikatannya terputus. Ia lalu meloncat ke atas, hingga sampai ke atap istana, hingga atap istana menjadi terbakar. Dari atap istana ia meloncat ke bangunan-bangunan lainnya, sehingga terjadi kebakaran hebat di kota Alengka.
          Sementara kebakaran melanda Alengka, Wibisana memperingati kakaknya, bahwi ini merupakan tanda permulaan akan kehancuran Alengka. Agar Alengka tidak mengalami kehancuran, Dewi Sita hendaknya segera dikembalikan. Mendengar kata-kata adiknya itu, Rahwana menjadi sangat marah, dan secara spontan memukul kepala adiknya dengan limping, sehingga adiknya jatuh tersungkur, menggeletak di tanah. Rahwana mengira, bahwa adiknya yang dianggapnya sebagai duri dalam daging telah meninggal, lalu menyuruh membuangnya ke gunung Swela.
          Sementara itu, Hanoman yang sedang asyik membakari rumah-rumah di Alengka, tiba-tiba menjadi terkejut dan takut, jangan-jangan api sampai merambat ke taman Asoka. Oleh karena itu, ia memadamkan api yang ada diekornya, dengan jalan mencemplungkan ekornya ke laut. Ia lalu menuju ke Taman Asoka untuk mengetahui keadaan taman tersebut. Kedatangannya disambut oleh Trijata dengan isak tangis yang pilu. Hanoman mengira ada apa-apa dengan Dewi Sita, lalu bertanya, “ Adik Trijata, apa yang terjadi dengan sang Dewi? Trijata lalu menjawab, “ Baliau baik-baik saja kanda. Aku sedih karena ayahku Wibisana dibunuh oleh Rahwana, karena ayahku menyuruh mengembalikan Dewi Sita kepada paduka Rama. Jenazahnya dibuang ke gunung Swela. Adik mohon bantuan kanda untuk menyempurnakan jenazah ayah sepatutnya “. Hanoman menyanggupi permintaan Trijata. Hanoman lalu diajak menghadap Dewi Sita. Dewi Sita menyambut kedatangan Hanoman dengan gembira. Setelah mengetahui bahwa Dewi Sita baik-baik saja, Hanoman lalu mohon pamit.
          Hanoman terbang menuju gunung Swela. Atas kemurahan Dewata, ia langsung menemukan tubuh Wibisana. Setelah tubuh itu diambil, Hanoman merasakan, bahwa tubuh itu masih hangat. Maka ia mengira Wibisana belum meninggal, melainkan hanya pingsan saja, dan masih ada harapan untuk hidup. Maka tubuh itupun dibawa terbang.
          Setelah Hanoman tiba kembali di gunung Mahendra, pasukannya segera menjemputnya. Mereka melihat anak panah yang masih menancap di paha Hanoman, yang menandakan bahwa ia telah berperang. Hanomanpun lalu menceritakan seluruh pengalamannya. Merekapun segera berangkat ke gunung Maliawan, langsung menghadap Rama, Laksamana dan Sugriwa, dan menceritakan seluruh pengalaman mereka. Hanoman juga menjelaskan tentang tubuh yang dipanggulnya.Rama lalu menyuruh Hanoman untuk menaruh tubuh itu di pembaringan. Panah yang menancap di paha Hanoman langsung dicabut oleh Rama. Selanjutnya Ra,ma merawat tubuh Wibisana sampai ia tersadar. Setelah sadar, Wibisana langsung menyembah sang Rama, menyampaikan terima kasih, lalu menyatakan putus hubungan dengan Rahwana, dan berjanji mengabdi sang Rama, terutama akan berusaha membantu Rama untuk mendapatkan kembali Dewi Sita.
          Setelah mendapatkan laporanbahwa Dewi Sita dikurung dalam Taman Asoka, dalam keadaan masih suci, dan mengharapkan agar Rama segera menjemputnya, maka Ramapun memerintahkan agar pasukan segera diberangkatkan. Maka berangkatlah pasukan ke arah selatan, hingga sampai di gunung Mahendra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar