Oleh : Bagus Bayu Kresnapati
No/ kelas : 07 (tujuh)/ X2
P |
ada suatu hari Sita melapor kepada Rama, bahwa ia sudah hamil. Rama sangat senang mendengar berita tersebut, lalu Rama pun berkata, “Kanda sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Sekarang katakan kepada kanda apa yang adinda inginkan.”
Dengan tersenyum Sita menjawab, “Aku hanya ingin pergi ke tepian sungai Gangga dan menghaturkan persembahan kepada para pertapa disana, serta tinggal disana untuk beberapa malam, merasakan cara hidup sebagai pertapa, dengan hanya makan umbi-umbian dan buah-buahan saja.”
Rama lalu menjawab lagi, “Terjadilah seperti yang dinda inginkan. Karena hari ini kanda masih akan menghadiri sidang, maka besoklah kanda akan mengantarkan dinda kesana.”
Dalam sidang hari itu Rama menanyakan kepada para peserta sidang apa yang menjadi pembicaraan orang kota dan orang desa pada saat ini. Terhadap pertanyaan tersebut, para peserta sidang melaporkan yang baik-baik saja.
Rama merasa, ada yang disembunyikan oleh para pelapor. Oleh karena itu, ia berkata, “Bicaralah terus terang apa yang sebenarnya yang menjadi pembicaraan orang-orang saat ini agar aku bisa memperbaiki diri.”
Mendengar pertanyaan tersebut, para peserta sidang saling toleh menoleh antara yang satu dengan yang lainnya. Akhirnya, seorang menteri bernama Badra menjawab secara jujur, “Di jalan-jalan, di pasar, di tempat umum, orang-orang banyak membicarakan bahwa Rama telah melakukan hal-hal yang hebat. Beliau berhasil membuat jembatan yang tiada taranya, berhasil mengalahkan Rahwana, dan menjadi raja yang bijaksana yang memimpin berdasarkan Dharma. Tetapi Rama juga telah melakukan tindakan yang keliru yang merendahkan derajatnya, karena ia mau menerima Sita yang telah begitu lama berada dalam tahanan Rahwana. Siapa bisa yakin, kalau Sita tidak pernah dinodai oleh Rahwana? Tuanku, itulah kata-kata orang di kota dan di desa.”
Rama pun terkejut, lalu berpaling kepada yang lain. “Katakan terus terang, apakah kalian juga mendengar seperti itu?” mereka semua bersujud, membenarkan laporan tersebut. Laporan tersebut menjadikan pemikiran yang serius bagi Rama. Tetapi ia tetap tenang dan melanjutkan acara-acara sidang. Setelah semua acara dibahas dan diputuskan maka sidang pun dibubarkan. Tapi Rama minta agar adik-adiknya, Laksamana, Satrugna dan Bharata tetap tinggal.
Setelah semua peserta sidang keluar, Rama lalu berkata kepada adik-adiknya. “Adik-adikku, demi untuk menghilangkan isu-isu negatif terhadapku maka Sita harus disingkirkan. Kebetulan tadi Sita berkata kepadaku bahwa ia ingin tinggal di tempat pertapa di tepi sungai Gangga. Maka sekarang aku perintahkan kepada Laksamana untuk mengantarkan Sita ke tepi sungai Gangga dekat pertapaan Rshi Walmiki, dan tinggalkan disana.”
Sesuai dengan perintah Rama, keesokan harinya Laksamana menemui Sita dan mengatakan dirinya diutus oleh Rama untuk mengantarkan dirinya ke pesraman para pertapa. Maka Sita pun berkemas-kemas. Setelah siap maka berangkatlah Sita diantar oleh Laksamana menuju tepi sungai Gangga.
Setelah sampai di seberang sungai Gangga, Laksamana tidak dapat menahan kesedihannya, sehingga ia menangis tersedu-sedu. Sita pun terheran-heran, lalu menanyakan kenapa ia menangis. Maka Laksamana pun berterus terang tentang pesan Rama yang sebenarnya. Setelah itu, dengan perasaan yang sangat sedih, Laksamana pun meninggalkan Sita seorang diri.
Sita menjadi sangat sedih, hingga ia menangis tak tertahankan lagi. Ada seorang siswa pesraman Rshi Walmiki melihat keadaan Sita. Ia lalu melapor kepada Rshi Walmiki tentang wanita yang dilihatnya. Dengan kekuatan tapanya Rshi Walmiki langsung bisa mengetahui apa yang terjadi. Diiringi oleh siswanya ia lalu bergegas menemui Sita. Sita lalu dibawa ke pesramannya, yang khusus untuk siswa putri. Kepada para siswa putri tersebut, diperkenalkan siapa Sita itu, dan mengapa ada disini. Selanjutnya para siswa tersebut diperintahkan untuk melayani Sita dengan sebaik-baiknya.
Beberapa bulan telah berlalu. Sita melahirkan putra kembar. Oleh Rshi Walmiki bayi-bayi tersebut diberi nama Kusa dan Lawa. Setelah kedua bayi itu lahir, Rshi Walmiki mulai menulis sloka yang mengisahkan cerita Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa memasuki usia brahmacari, sloka Ramayana telah selesai seluruhnya. Rshi Walmiki langsung mengajarkan sloka Ramayana itu kepada Kusa dan Lawa. Setelah mereka remaja, mereka sudah menguasai sloka tersebut diluar kepala.
Sementara itu di Ayodhya Rama melaksanakan upacara Asmaweda. Dalam upacara Asmaweda, seekor kuda dilepas. Seberapa jauh kuda itu menjangkau wilayah, seluas itulah wilayah kekuaaan Ayodhya. Rama memerintahkan Laksamana untuk mengawasi kuda itu dan memimpin sebuah pasukan prajurit yang sangat besar menuju hutan Naimisa dimana telah berkumpul banyak sekali raja-raja dari berbagai daerah. Mereka menyatakan kedaulatan kekuasaan Rama diakui. Sebuah istana darurat didirikan di tempat itu, dan upacara persembahan kuda pun berlangsung sebulan penuh.
Pada waktu upacara sedang berlangsung, Rshi Walmiki menyuruh Kusa dan Lawa mengunjungi upacara tersebut, dan menyanyikan sloka Ramayana dengan hati riang dan mantap. Sesampainya mereka disana Rama mendengar lagu yang dinyanyikan oleh Kusa dan Lawa, Rama lalu bertanya, “Anak muda, siapakah kalian, dan siapakah yang mengarang lagu yang kalian nyanyikan?”
Kusa menjawab, “Nama hamba Kusa, dan ini adik hamba bernama Lawa. Yang mengarang lagu ini adalah guru kami, yang bernama Rshi Walmiki.”
Setelah mendengar jawaban tersebut, Rama merasa yakin bahwa Kusa dan Lawa adalah putra-putra Sita. Ia lalu memanggil salah seorang mentrinya, Rama lalu berkata, “Pergilah secepatnya ke pertapaan Rshi Walmiki. Mohonlah sang Rshi agar hadir disini bersama Sita.”
Beberapa hari kemudian Rshi Walmiki diiringi oleh Sita datang ke tempat itu. Beliau mendekati Rama. “Kedua anak kembar itu adalah putramu. Dan ini istrimu yang tak ternoda. Perintahkanlah dia untuk membuktikan kesuciannya,” kata Rshi Walmiki. Setelah mendengar kata-kata Rshi Walmiki, Rama lalu mengumumkan kepada hadirin. “Kusa dan Lawa adalah anak saya sendiri. Dan setelah Sita membuktikan kesuciannya di hadapan semuanya, aku akan menerima kembali Sita sebagai istriku.”
Rama lalu mempersilahkan Sita untuk membuktikan kesuciannya di hadapan semua orang. Sita lalu maju ke tengah-tengah orang banyak lalu memanjatkan doa. “Om Basundari Dewi ya namah. Ya Dewi Bumi, hamba mohon ke hadapan Paduka, kabulkanlah permohonan hamba ini. Apabila hamba tidak pernah ternoda oleh laki-laki lain, maka terimalah hamba.”
Setelah Dewi Sita mengucapkan doa tersebut sebanyak tiga kali, tiba-tiba bumi di hadapannya terbelah. Dewi Bumi muncul di hadapan Sita lalu memeluk Sita dengan kasih sayang. Berikutnya muncul sebuah tahta yang indah. Dewi Bulan lalu menundukkan Dewi Sita diatas tahta tersebut. Perlahan-lahan tahta dengan Sita diatasnya masuk ke dalam perut bumi, diikuti oleh Dewi Bumi. Setelah itu, perut bumi tertutup kembali. Semua yang menyaksikan peristiwa tersebut takjub terpesona. Rama menjerit histeris, “Wahai Dewi Bumi kembalikan Sita kepadaku. Kalau tidak, bumi ini akan kuhancurkan.”
Berulang-ulang Rama mengucapkan ancaman tersebut, namun Sita tidak dikembalikan. Ketika Rama akan melaksanakan ancamannya, turunlah Dewa Brahma. Beliau menenangkan Rama, dengan mengatakan bahwa memang sudah saatnya Sita kembali ke Patala. Dan kepada Rama dinasehatkan, untuk meneruskan kewajibannya menegakkan Dharma. Setelah Rama menjadi tenang dan menyadari kewajibannya, Dewa Brahma pun lenyap dari pandangan.
Setelah upacara Asmaweda selesai, Rama mengajak kedua anaknya ke Ayodhya. Rama tidak pernah kawin lagi. Ia menyuruh seorang pematung ahli untuk membuat patung Sita dari emas murni. Patung itulah yang selalu menyertainya, menempati tempat sebagai seorang istri.
Bertahun-tahun telah berlalu. Ibunda Rama, Dewi Kosalya meninggal dunia. Kemudian Dewi Sumitra menyusul, dan akhirnya Dewi Kekayi pun menyusul pula. Mereka bertiga naik ke sorga berkumpul dengan Raja Dasarata.
Waktupun terus berlalu. Pada suatu hari, Rama didatangi oleh Bhagawan Narada, mengingatkan bahwa tugasnya di dunia sudah berakhir, dan supaya segera kembali ke Kahyangan. Maka Rama pun mempersiapkan segala sesuatunya. Kerajaannya dibagi dua. Kosalya Selatan diberikan kepada Kusa, dan Kosalya Utara diberikan kepada Lawa. Upacara penobatan dihadiri pula oleh Wibisana, Sugriwa, Hanoman, dan Hanggada.
Setelah upacara penobatan selesai, Rama mengumpulkan adik-adiknya, Laksamana, Satrugna dan Bharata beserta Wibisana, Hanoman, Sugriwa, dan Hanggada. Kepada Wibisana Rama berpesan agar meneruskan pemerintahannya dengan tetap memegang teguh pada landasan Dharma. Kepada Hanoman dan Hanggada, Rama berpesan agar tetap tinggal di dunia sampai jaman Kaliyuga. Kepada yang lain Rama mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri ke hutan. Siapa yang mau ikut dipersilahkan.
Laksamana, Satrugna, Bharata, Sugriwa dan sejumlah pegawai istana mengikuti kepergian Rama ke hutan, di tepi sungai Serayu. Disana Rama kembali kepada wujudnya sebagai Wisnu. Dan semua pengikut Rama yang ikut ke hutan dapat mengikuti Wisnu ke alam Wisnuloka. Bagaikan Hyang Asmara perilaku Sang Rama memenuhi kesenangan duniawi berlandaskan ajaran agama. Itulah sebabnya cerita suci tentang perjalanan Sang Rama sungguh-sungguh harum jika sudah meresap dalam hati. Sang maha muni dan orang yang bijaksana makin suci hati beliau setelah usai membaca cerita ini. Jika baik caranya menjelaskan walaupun kepada orang awam dapat menyebabkan dia mencapai alam gaib.
Dan cerita yang mengandung ajaran utama Ramayana ini wajar disebarluaskan dan dengarkanlah inti sarinya yang sangat termasyur.
Hallo, saya mau tanya.. ini cerita sumber darimana ? thanks :)
BalasHapusDari hatimu
Hapussangat membantu, terima kasih :)
BalasHapus