gambar

gambar

Selasa, 04 Oktober 2011

YUDHA KANDA

Oleh           : Intan Permata Putri
No/ kelas   : 06 (enam)/ X2

Y
uddhakanda adalah kitab keenam epos Ramayana dan sekaligus klimaks epos ini. Secara singkat, dalam kitab ini diceritakan Sang Rama dan sang raja kera Sugriwa mengerahkan bala tentara kera menyiapkan penyerangan Alengkapura. Karena Alengka ini terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagaimana mereka harus menyerang. Maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat jembatan dari daratan ke pulau Alengka.
Para bala tentara kera dikerahkan. Pada saat pembangunan jembatan ini mereka banyak diganggu tetapi akhirnya selesai dan Alengkapura dapat diserang. Syahdan terjadilah perang besar. Para raksasa banyak yang mati dan Rahwana gugur di tangan Sri Rama. Lalu Dewi Sita menunjukkan kesucian dan kesetiaannya terhadap Rama dengan dibakar di api, ternyata ia tidak apa-apa. Setelah itu sang Rama, Sita, Laksamana pulang ke Ayodhyapura, disertai para bala tentara kera yang dipimpin oleh Sugriwa dan Hanuman. Di Ayodhyapura mereka disambut oleh prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya kepada sang Rama. Sri Rama lalu memerintah di Ayodhyapura dengan bijaksana.

Berikut ini adalah jalan cerita saat terjadinya pertempuran antara pasukan kera Sri Rama dengan pasukan raksasa Sang Rahwana.

Rahwana mendapat laporan dari mata-matanya bahwa Rama dan pasukannya telah sampai di gunung Mahendra. Ia lalu mengadakan sidang untuk mempersiapkan perang yang pasti akan terjadi. Kumbakarna yang mendengar kata-kata kakaknya yang telah memiliki hasrat untuk memiliki Sita berkata seperti guruh. “Penculikan Sita merupakan tindakan seperti menaruh racun dalam makanan. Untuk keselamatan Negara ini, aku sependapat dengan Wibisana, yaitu kembalikan Sita kepada Rama.” Rahwana tidak berkenan dengan kata-kata Kumbakarna. Menteri-menteri lain ikut member dukungan yang serupa, sehingga Rahwana menjadi puas. Iapun menyuruh agar semua pasukan disiapkan.

Setelah sidang dibubarkan, Rahwanapun keluar siding dengan pikiran tertuju kepada Sita. Ia ingat bahwa dulu Sita pernah berjanji, bahwa Sita mau dikawini apabila Rahwana berhasil membawa kepala Rama dan Laksamana. Sementara itu, Dewi Sita di taman Asoka berada dalam kegelisahan. Ia juga teringat akan janjinya kepada Rahwana. Tiba-tiba ia melihat Rahwana datang menenteng dua kepala menyerupai wajah Rama dan Laksamana. Dewi Sita tidak sanggup berkata apa-apa. Trijata yang melihat kedua kepala tersebutmenjadi curiga, bahwa kepala tersebut adalah kepala putra kembar Rahwana Sundara dan Sundari. Ia lalu menyampaikan keyakinannya kepada Sita. Untuk meyakinkan Sita, Trijata mengecek keadaan Rama dan Laksamana ke gunung Mahendra dengan menaiki penyu raksasa. Kebetulan Hanman sedang berjaga-jaga di sana dan iapun diantar oleh Hanoman menghadap Rama dan Laksamana. Alangkah kaget dan gembiranya Trijata ketika melihat ayahnya dalam keadaan sehat bugar. Setelah ia menyampaikan maksud kedatangannya iapun mohon pamit. Hanoman bersama Trijata langsung menghadap Dewi Sita dan menceritakan keadaan Rama dan Laksamana.

Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka, Wibisana, adik Sang Rahwana, datang menghadap Rama dan mengaku akan berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan persahabatan yang kekal, Rama menobatkannya sebagai Raja Alengka meskipun Rahwana masih hidup dan belum dikalahkan. Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Lalu diperintahkannya Sugriwa memimpin seluruh pasukannya agar mencari batu untuk menguruk selat Bandalayu tersebut. Akhirnya, dalam waktu lima hari jalan menuju ke Alengka sudah bisa dirampungkan. Jalan tersebut diberi nama Jembatan Bandalayu.

Setelah jembatan rampung, Rama dan pasukannya menyeberang ke Alengka. Kini, Rama beserta pasukannya telah siap berperang. Namun ia tetap memutuskan untuk mengikuti aturan perang secara ketat. Seorang utusan harus dikirim guna mengusahakan perdamaian untuk ayng terakhir. Rama memutuskan untuk mengirim Hanggada menjadi utusan menghadap Rahwana dengan membawa sepucuk surat yang isinya Rama akan datang untuk menghukum Rahwana. Tetapi jika Rahwana mau mengembalikan Sita dan meminta maaf, maka Rama akan bersedia untuk memaafkan.
Setelah mendapat laporan dari Hanggada tentang penolakan Rahwana, maka Sri Rama memerintahkan pasukannya untuk segera berangkat. Sementara itu, Rahwana juga mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi serangan Rama. Perang pun terjadi.
Rama menangis sedih melihat kematian dari sebagian besar pasukannya. Terutama atas kematian adiknya tercinta Laksamana, dan prajurit-prajurit andalannya seperti Sugriwa, Hanggada dan lain-lainnya. Wibisana menghibur Rama dengan mengatakan bahwa prajurit yang meninggal akibat senjata herbirawa dapat dihidupkan kembali dengan obat daun ‘taru lata mahasadi’ yang terdapat di puncak gunung Himawan.
Maka Hanoman diutus untuk mencari daun tersebut. Hanoman menjadi bingung karena gelap, dan tidak bisa mengenal daun tersebut. Ia lalu memotong puncak gunung tersebut dan membawanya ke hadapan Wibisana. Lalu Hanoman mengembalikan puncak gunung tersebut dengan sekali tendang. Wibisana sendiri yang menumbuk daun tersebut lalu dioleskan kepada Laksamana dan prajurit kera lainnya. Seketika itu juga mereka terbangun.
Ketika pagi sudah tiba, semua pasukan wanara siap untuk maju perang. Mereka memutuskan untuk langsung menyerbu ke dalam kota. Indrajit yang sudah merasa yakin telah berhasil membunuh semua musuhnya, pagi-pagi sekali sudah menghadap ayahnya untuk melaporkan kemenangannya.
Ketika itu seorang prajurit menghadap bahwa pasukan musuh sudah mendekati pintu gerbang kota. Mendengar laporan tersebut, Indrajit heran dan penasaran lalu dengan tergesa-gesa mempersiapkan pasukannya menghadang pasukan musuh.
Betapa sedih hati Rahwana mendengar Indrajit, putranya yang tersayang gugur di medan jurit. Dengan menaiki kereta yang ditarik oleh delapan ekor kuda dan diiringi oleh sisa pasukannya Rahwana maju ke medan laga. Terjadi duel hebat antara Rama dan Rahwana. Rama melepaskan panah Gowa Wijaya menembus leher Rahwana sampai putus. Berkat ajian Rawa Rontek yang dimilikinya, kepala dan tubuhnya menyatu kembali. Rama melepaskan kembali panah Gona Wijayanya, dan menembus dada Rahwana. Berkat ajin Pancasonanya, ia hidup kembali. Rahwana melepaskan panahnya bernama Dejayuda yang menembus perut Rama. Tepat pada saat Rama jatuh tersungkur, matahari mulai tenggelam sehingga berdasarkan aturan perang, perang tidak bisa dilanjutkan.
Menurut Tenung Aji Lopian Gambar yang dimiliki oleh Wibisana, panah tersebut tidak boleh dicabut. Untuk menanggulanginya, luka panah tersebut harus diobati dengan air rendaman Watu Wulung pengasah senjata itu. Watu wulung tersebut disimpan dalam kotak di atas tempat tidur Rahwana. Hanoman ditugaskan untuk mencuri Watu Wulung tersebut. Di istana Rahwana ia menyaksikan Rahwana beserta para punggawa kerajaan sedang berpesta pora merayakan kemenangan mereka.
Sudah larut malam, semuanya sudah tidur nyenyak. Dengan mudahnya Hanoman memasuki kamar Rahwana. Untuk lebih amannya ia mengeluarkan aji sirepnya sehingga Rahwana dan istrinya betul-betul tidur nyenyak. Setelah mendapat barang yang dicarinya ia keluar dari kamar itu.
Hanoman yang sudah berhasil mencuri Watu Wulung, segera menyerahkan Watu Wulung tersebut kepada Wibisana. Lalu direndamnya Watu Wulung tersebut. Air rendaman itu diteteskan sedikit demi sedikit pada perut Sang Rama yang terkena panah. Panahpun menjadi menyusut dan hilang. Rama kembali segar seperti semula.
Setelah segar kembali Rama memutuskan pergi ke hutan untuk mohon petunjuk kepada Dewata bagaimana cara mengalahkan Rahwana. Rama bermeditasi dengan khusyuk, Hyang Jagatnata berkenan turun menemuinya. Rama dianugrahi sebuah anak panah yang bernama “Dangu Astra”. Dengan membawa panah tersebut Rama maju ke medan perang. Sebelum melepaskan Dangu Astra, Rama masih memberikan peringatan terakhir kepada Rahwana, agar ia meminta maaf dan mengembalikan Dewi Sita dengan baik-baik. Karena peringatan ini ditolak, maka Dangu Astrapun dilepaskan. Ia menjadi kesakitan yang luar biasa dan melarikan diri. Kemana pun ia pergi diikuti oleh panah Dangu Astra. Dari udara ia melihat celah sempit diantara sepasang bukit batu. Ia lalu masuk ke dalam celah tersebut, sepasang bukit itu bergerak merapat menjepit tubuhnya. Ternyata sepasang bukit batu tersebut adalah jelmaan roh anak kembarnya yang dahulu dipenggal kepalanya untuk menipu Dewi Sita. Rahwana terjepit oleh kedua bukit tersebut, merasa sangat tersiksa sehingga ia memilih untuk mati saja. Dalam keadaan itu ia berusaha berkonsentrasi, melepaskan aji Rawa Rontek dan aji Pancasona yang ada padanya. Rahwanapun meninggal.
Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Rama member nasehat kepada wibisana bahwa sebagai seorang raja harus melaksanakan ajaran “Asta Brata” serta menerapkan ajaran “Manawa Dharma Sastra”.

Lalu, Hanoman menjemput Sinta untuk dipertemukan dengan Rama. Namun Rama menolak Sinta karena ia berpikir bahwa Sinta sudah tidak suci lagi. Shinta kecewa dan untuk membuktikan kesetiaannya kepada suaminya melalui upacara “labuh geni”, ia menceburkan diri ke dalam kobaran api dan membakar diri. Karena kesuciannya dan atas bantuan Dewa Api, ia tidak terbakar dan selamat. Hal tersebut membuat Rama bahagia dan akhirnya menerimanya kembali menjadi istrinya. Sita pun kembali ke pangkuan Rama.

Rama, Sita, dan Laksamana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanoman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim. Laksamana hendak dianugerahi Yuwaraja oleh Rama, namun ia menolak karena merasa Bharata lebih pantas menerimanya dibandingkan dirinya, sebab Bharata memerintah Ayodhya dengan baik dan bijaksana selama Rama dan Laksmana tinggal di hutan. Tetapi Bharata menyerahkan tahta kepada Sri Rama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar